A. Siklus Belajar Individu di Masyarakat
Secara singkat
pendidikan merupakan produk
dari masya-
rakat, karena
apabila kita sadari
arti pendidikan sebagai
proses
transmisi pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keterampilan dan
aspek-aspek kelakuan
lainnya kepada generasi
muda maka selu-
ruh upaya
tersebut sudah dilakukan
sepenuhnya oleh kekuatan-
kekuatan masyarakat.
Hampir segala sesuatu
yang kita pelajari
merupakan
hasil hubungan kita dengan orang lain baik di rumah,
sekolah,
tempat permainan, pekerjaan dan sebagainya. Wajar pula
apabila segala
sesuatu yang kita
ketahui adalah hasil
hubungan
timbal
balik yang ternyata sudah
sedemikian rupa dibentuk oleh
masyarakat
kita.
Bagi masyarakat
sendiri hakikat pendidikan
sangat berman-
faat bagi
kelangsungan dan proses
kemajuan hidupnya. Agar
masyarakat itu
dapat melanjutkan eksistensinya, maka
kepada
anggota
mudanya harus diteruskan nilai-nilai, pengetahuan, kete-
rampilan
dan bentuk tata perilaku lainnya yang diharapkan akan
dimiliki oleh
setiap anggota. Setiap
masyarakat berupaya mene-
ruskan kebudayaannya dengan
proses adaptasi tertentu
sesuai
corak
masing-masing periode jaman kepada generasi muda mela-
lui pendidikan,
secara khusus melalui
interaksi sosial. Dengan
demikian
pendidikan dapat diartikan sebagai proses sosialisasi.
Dalam
pengertian tersebut, pendidikan sudah dimulai semen-
jak
seorang individu pertama kali berinteraksi dengan lingkungan
eksternal
di luar dirinya, yakni keluarga. Seorang bayi yang baru
lahir tentunya
hidup dalam keadaan
yang tidak berdaya
sama
sekali. Menyadari
hal demikian sang
ibu berupaya memberikan
segala bentuk
curahan kasih sayang
dan buaian cinta
kasih
melalui air
susunya, perawatan yang
lembut serta gendongan
yang begitu
mesra kepada si
bayi. Begitulah proses
tersebut
berlangsung
selama si bayi masih tetap memerlukan pertolongan
intensif
dari manusia lain. Sampai pada umur lima tahun bayi itu
tumbuh dan
berkembang dengan sehat
di dalam mahligai
cinta
perpaduan sepasang
manusia yang menjadi
orang tuanya.
Dari sini
bisa kita sadari selain anggota
keluarga baru itu belajar
mengetahui, mempelajari serta
melakukan berbagai reaksi
terhadap
stimulus dari dunia barunya maka bisa kita cermati pula
bahwa sang
bayi juga memahami
esensi nilai-nilai kemanusiaan
dari keluarganya dalam
bentuk gerak tubuh,
belajar berbicara,
tertawa
serta semua tindak tanduk yang menggambarkan bahwa
jiwa
raganya telah terpaut erat oleh belaian kasih sayang manusia
dewasa.
Ilustrasi di
atas hanyalah sekelumit
kecil dari siklus
belajar
individu di
dalam masyarakat. Proses
tersebut berlangsung pula
ketika kita
menjadi manusia dewasa.
Apabila kita memenuhi
kewajiban sebagai
saudara laki-laki, suami
atau warga negara
serta menjalankan
hal-hal lain yang
tertanam kuat dalam
benak
kesadaran
kita, itu berarti kita melakukan tugas yang sudah diten-
tukan secara
eksternal oleh hukum-hukum
kodrat sosial (droit)
dan kebiasaan-kebiasaan yang
berkembang begitu alamiah
dari
lingkungan
sosial. Kewajiban itu muncul bukan
hasil dari proses
pemaksaan eksternal
yang mekanistis melainkan
selalu diikuti
oleh gejala
resiprositas individu dengan
lingkungan luarnya
sehingga pada
tahap akhirnya masyarakat
telah menghasilkan
ribuan atau
bahkan jutaan manusia
yang tunduk lahir
batin
dengan ketentuan-ketentuan kolektif
(Abdullah dan Van
der
Leeden,
1986).
Selain itu,
dimensi sejarah juga
berbicara serupa. Ratusan
tahun silam
pendidikan berjalan beriringan
dengan struktur dan
kebutuhan sosial
masyarakat setempat. Bagi
masyarakat seder-
hana
yang belum mengenal tulisan maka para
pemuda memper-
oleh
tranformasi pengetahuan lewat media komunikasi lisan yang
berbentuk
dongeng, cerita-cerita dari orang tua mereka. Selain itu,
pada siang
hari pemuda-pemuda ini
harus selalu sigap
dan
tanggap mempelajari, mencermati
dan belajar mengaplikasikan
teknik-teknik
mencari nafkah yang dikembangkan oleh para orang
tua baik
itu menangkap ikan,
memanah, beternak, berburu
dan
sebagainya (Purbakawatja dkk.,
1955). Dalam cerita-cerita lisan
itu tersirat
pula adat dan
agama, cara bekerja
dan cara ber-
sosialisasi
yang berkembang di masyarakatnya. Tidak mengheran-
kan apabila
cerita yang sudah
turun temurun diwariskan
itu
dianggap
sebagai sesuatu yang bernilai suci. Sejarah, adat istiadat,
norma-norma bahkan
cara menangkap ikan
atau berburu tidak
hanya dipandang
sebagai hasil pekerjaan
manusia semata, tetapi
memiliki makna
sakral yang patut
disyukuri dengan beberapa
persembahan
serta upacara-upacara ritual.
Begitulah
perjalanan pendidikan anak manusia telah berlang-
sung
organis sesuai dengan iklim sosialnya. Sedangkan keperluan
khusus untuk
mendirikan sebuah lingkungan
perguruan yang
mapan dimulai
ketika bangsawan-bangsawan feodal
membutuh-
kan
prajurit-prajurit serta punggawa kerajaan yang tangguh demi
mempertahankan harta
kekayaan milik sang
raja. Mereka secara
khusus dididik
dalam lingkungan tersendiri agar
memiliki
kecakapan
dan keahlian tertentu sesuai dengan kebutuhan sistem
sosial masyarakat
aristokrasi-feodal.
Mereka-mereka ini menjadi
ujung tombak
pelaksana kekuasaan kerajaan
di hadapan ribuan
rakyat jelata
yang memang dibikin
bodoh. Melihat situasi
demikian, wajar
apabila jaman ini
predikat golongan terdidik
hanya
bisa dimiliki oleh sanak saudara sang raja serta kaum-kaum
agamawan
yang telah memperkuat hegemoni kekuasaannya.
Namun seiring
dengan bertambahnya umur
bumi ini maka
kisah pergulatan
karakter masyarakat tersebut
mulai bergeser
selaras
dengan kecenderungan spirit jaman yang sudah
berubah.
Bagaimanapun
juga penderitaan rakyat yang menjadi bahan bakar
perputaran
gerigi kehidupan feodal telah mencapai titik klimaks-
nya.
Kekuasaan para raja yang bersenyawa dengan kekuatan gere-
ja secara
perlahan-lahan mulai runtuh.
Dimulai dengan penen-
tangan sejumlah
ilmuwan yang mampu
membuktikan kesalahan
dogma-dogma teologis
tentang hukum alam.
Berbagai peristiwa
lain juga
memiliki andil besar
dalam menentukan lahirnya
semangat jaman
yang semakin konsekuen
menghargai arti kebe-
basan,
baik itu reformasi gereja oleh Martin Luther King, revolusi
sosial di
beberapa tempat yang
secara simbolis telah
dipresen-
tasikan oleh
gelora heroisme revolusi
Perancis pada sekitar
per-
tengahan abad
ke-18, serta meningkatnya hasil
pemikiran-
pemikiran ilmiah
para ilmuwan humanis
yang mampu diter-
jemahkan dengan
penciptaan teknik-teknik peralatan
industri.
Praktis kecenderungan fakta
sosial demikian secara
perlahan-
lahan mampu
mengubah inti kebijakan
masyarakat yang ber-
hubungan
dengan pengajaran. Selain karena meluapnya industri-
industri
manufaktur, pengaruh penerapan demokrasi, ditemukan
nya beberapa
wilayah baru yang bisa dieksploitasi kekayaan alam-
nya serta
peningkatan diferensiasi struktural
maka masyarakat
Eropa Barat
harus bisa menyediakan
kelompok manusia dalam
jumlah
massal yang memiliki kemampuan teknis untuk menjalan-
kan
lahan-lahan pekerjaan baru yang begitu kompleks dan cukup
rumit. Oleh
sebab itulah beberapa
wilayah Eropa Barat
mulai
menerapkan sistem
pendidikan modern yang
memanfaatkan
mekanisme organisasi formal
dalam mengelola proses
pendi-
dikannya.
Itulah cuplikan
kecil argumentasi sederhana
tentang renik-
renik karakter
fungsi pendidikan di
masyarakat. Melihat alur
perkembangannya
maka berbagai jenis konfigurasi pendidikan di
atas sesuai
dengan konsep yang
diutarakan oleh Randall
Collins,1979
( dalam Sanderson ,1993 : 489) tentang
tiga tipe dasar
pendidikan
yang hadir di seluruh dunia, yakni ,
1. Pertama jenis pendidikan keterampilan dan
praktis, yakni pen-
didikan
yang dilaksanakan untuk memberikan bekal keteram-
pilan
maupun kemampuan teknis tertentu agar dapat diaplika-
sikan kepada
bentuk mata pencaharian masyarakat. Jenis
pendidikan ini
dominan di dalam
masyarakat yang masih
sederhana baik
itu berburu dan
meramu, nelayan atau
juga
masyarakat
agraris awal.
2. Pendidikan kelompok status, yaitu pengajaran yang
diupaya-
kan untuk
mempertahankan prestise, simbol
serta hak-hak
istimewa (privilige) kelompok
elit dalam masyarakat yang
memiliki pelapisan
sosial. Pada umumnya
pendidikan ini
dirancang bukan
untuk digunakan dalam
pengertian teknis
dan sering
diserahkan kepada pengetahuan dan
diskusi
badan-badan
pengetahuan esoterik. Pendidikan ini secara luas
telah dijumpai
dalam
masyarakat-masyarakat
agraris dan
industri.
3. Tipe pendidikan birokratis yang
diciptakan oleh pemerintahan
untuk
melayani kepentingan kualifikasi pekerjaan yang berhu-
bungan dengan
pemerintahan serta berguna
pula sebagai
sarana sosiolisasi
politik dari model
pemerintahan kepada
masyarakat
awam. Tipe pendidikan ini pada umumnya mem-
beri penekanan
pada ujian, syarat
kehadiran, peringkat dan
derajat.
Demikianlah tipe-tipe
pendidikan tersebut telah
mewarnai
corak kehidupan
masyarakat. Pada dasarnya
ketiga jenis pendi-
dikan di
atas selalu hadir
dalam setiap masyarakat
hanya saja
prosentasi penerapan
salah satu karakter
pendidikan berbanding
searah dengan
model masyarakat yang
terbentuk. Akan tetapi
tidak dapat
dipungkiri pula ternyata
gelombang sejarah dunia
juga menentukan model
konfigurasi masyarakat dunia
secara
global
dan hal ini juga memiliki pengaruh bagi iklim pendidikan.
Pengaruh modernisasi
di berbagai sektor
kehidupan telah mela-
hirkan
karakter pendidikan yang hampir sama meskipun memiliki
ciri khas
tertentu di tiap-tiap
negara pada akhir
abad ke 20
an.
Sebagaimana penuturan
Tilaar (2003: 62)
bahwa dalam masya-
rakat
yang sudah maju, proses pendidikan sebagian dilaksanakan
dalam
lembaga pendidikan yang disebut sekolah dan pendidikan
dalam
lembaga-lembaga tersebut merupakan suatu kegiatan yang
lebih teratur
dan terdeferensiasi. Inilah
pendidikan formal yang
biasa
dikenal oleh masyarakat sebagai "schooling".
Untuk melihat
latar belakang dari
menyeruaknya situasi
sosial
dunia pendidikan demikian, pada kesempatan lain Randall
Collins dalam
karya Sanderson (1993:
429) juga mengungkapkan
analisis fungsional untuk
menjelaskan ekspansi pendidikan
modern
sebagai akibat dari lahirnya kebutuhan-kebutuhan kuali-
fikasi mahir
bagi corak masyarakat
modern. Pendidikan dilihat
memiliki
kontribusi positif demi menjalankan
roda perekonomian
serta
putaran gerigi-gerigi mesin industri masyarakat pendukung-
nya.
Prinsip-prinsip tersebut antara lain yaitu,
1. Persyaratan pendidikan dari
pekerjaan-pekerjaan dalam
masyarakat
industri yang terus meningkat sebagai akibat dari
adanya
perubahan teknologi yang memiliki dua aspek yaitu,
|
Proporsi pekerjaan
yang memerlukan keterampilan yang
rendah berkurang
sementara proporsi yang
memerlukan
keterampilan
tinggi bertambah.
|
b. Pekerjaan-pekerjaan yang
sama terus meningkatkan
persyaratan
keterampilannya.
2.
Pendidikan formal
memberi latihan yang
diperlukan kepada
orang-orang
untuk mendapat pekerjaan yang berketerampilan
lebih
tinggi.
3. Sebagai
akibat dari yang
disebut di atas,
persyaratan pendi-
dikan untuk
bekerja terus meningkat
dan semakin banyak
yang dituntut
untuk menghabiskan waktu
yang lebih
lama
di sekolah.
Dari analisis
tersebut kiranya cukup
jelas pemahaman kita
apabila masyarakat
Indonesia semenjak kemerdekaannya tidak
pernah
lepas dari kehidupan pendidikannya. Dengan upaya pene-
rapan
sekolah secara merata bagi rakyat di seluruh penjuru tanah
air
dapat kita rasakan manfaat besarnya dalam membantu meno-
pang
ekskalasi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Baik itu
wajah materiil hasil
pembangunan fisik wilayah
negara
kita maupun
peningkatan pola pikir
manusia Indonesia yang
semakin
cerdas menjadi bukti kuat prestasi pendidikan kita. Bisa
disimpulkan
pula bahwa alam reformasi yang kita rasakan saat ini
merupakan salah
satu aspek jerih payah kerja sekolah-sekolah di
Indonesia (termasuk
perguruan tinggi) demi
mencapai cita-cita
rakyat
Indonesia.
Dalam
konteks sosial, pendidikan juga memiliki fungsi, peran
dan kiprah
lain yang berkorelasi dengan
kekuatan-kekuatan
kolektif yang
sudah mapan. Tidak
hanya puas dalam
kondisi
demikian pendidikan juga
memberikan andil menterjemahkan
nilai-nilai baru
yang tumbuh akibat
proses pergulatan sejarah
dalam wujud
emansipasi integrasi dengan
sistem dan struktur
sosialnya. Sehingga
dengan begitu masyarakat tidak
pernah
kering
dari dinamika perubahan dan evolusi sosialnya.
B. Fungsi-fungsi Sekolah
Secara mendasar
sekolah bertugas untuk
memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan yang diperlukan
seseorang agar
ia dapat menapaki
perjalanan kedewasaannya
secara utuh
dan tersalurkannya bakat-bakat
potensial yang ia
miliki. Namun
dalam konteks sosial
pada kenyataannya sekolah
mempunyai
beberapa fungsi yakni:
1. Sekolah
mempersiapkan seseorang untuk
mendapat suatu
pekerjaan
Apabila kita
meninjau secara menyeluruh
proses perjalanan
pendidikan sepanjang masa, maka kita
segera melihat kenyataan
bahwa
kemajuan dalam pendidikan beriringan dengan kemajuan
ekonomi yang
secara bersamaan melaju
pesat dengan proses
evolusi
teknik berproduksi masyarakat.
Dalam masyarakat
bercorak agraris yang
stabil pendidikan
menyangkut penyampaian
keterampilan-keterampilan,
keahlian,
adat
istiadat serta nilai-nilai. Sementara itu pada sistem ekonomi
masyarakat maju,
sistem pendidikan tentunya mempunyai
kecenderungan untuk
memberikan pengetahuan dalam
jumlah
yang terus
bertambah kepada kelompok-kelompok manusia
dalam jumlah
besar, karena proses-proses produksi
yang lebih
seksama
menghendaki pekerja memiliki kualifikasi keahlian yang
tinggi
(Faure dkk., 1981). Oleh sebab itu penerapan sistem sekolah
bermaksud untuk
memberikan
kompetensi-kompetensi jenis
keahlian dalam
lahan pekerjaan yang
terbentang luas
kompleksitasnya.
Anak yang
menamatkan sekolah diharapkan sanggup
melakukan pekerjaan
sesuai dengan kebutuhan
dunia pekerjaan
atau setidaknya
mempunyai dasar untuk
mencari nafkah. Makin
tinggi
pendidikan makin besar harapannya memperoleh pekerjaan
yang
layak dan memiliki prestise tinggi. Dengan ijasah yang tinggi
seseorang dapat memahami dan
menguasai pekerjaan
kepemimpinan
atau tugas lain yang dipercayakan kepadanya.
2. Sebagai alat transmisi kebudayaan
Fungsi transmisi kebudayaan masyarakat kepada
anak
menurut
Vembriarto (1990) dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu
(1) transmisi pengetahuan & keterampilan, dan (2) transmisi
sikap, nilai-nilai
dan norma-norma. Transmisi
pengetahuan ini
mencakup pengetahuan tentang
bahasa, sistem matematika,
pengetahuan alam
dan sosial serta
penemuan-penemuan
teknologi. Dalam
masyarakat industri yang
kompleks, fungsi
transmisi pengetahuan
tersebut sangat penting
sehingga proses
belajar di
sekolah memakan waktu
lebih lama, membutuhkan
guru-guru
dan lembaga yang khusus. Dalam arti sempit transmisi
pengetahuan dan
keterampilan itu berbentuk vocational
training.
Di masyarakat
Jawa, ayah mengajarkan
kepada anaknya cara
mempergunakan cangkul
serta peralatan pertanian
lain secara
intensif sampai
sang anak memahami
teknik-teknik tertentu
membudidayakan
tanaman pangan
yang sudah ratusan
tahun
dikembangkan oleh
nenek moyang pendahulunya. Sementara
di
sekolah teknik,
anak belajar bagaimana
caranya memperbaiki
mobil. Dalam
kategori transmisi pengetahuan
dan keterampilan
fungsi
dari sekolah modern tidak berbeda jauh dengan penerapan
pendidikan tradisional
yang dilakukan oleh
bermacam-macam
sukubangsa semenjak
ratusan tahun silam.
Hanya saja sekolah
memiliki perangkat
penataan serta organisasi
sumber daya yang
lebih
sistematis dan terpadu dalam penyelenggaraan pendidikan-
nya. Namun
tak dapat dipungkiri output
pendidikan juga men-
jamin
kualitas yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Anak
masyarakat
Jawa belajar menjadi petani yang baik
sesuai dengan
tuntutan masyarakatnya sementara
di era modern
ini sekolah
dapat menghasilkan ratusan
tenaga terampil sesuai
dengan
spesifikasi
keahliannya.
Dari segi
transmisi sikap, nilai-nilai dan
norma-norma
masing-masing lembaga
dalam konteks karakter
sosiokultural
juga
tidak bisa dipungkiri peran dan fungsinya. Pemuda-pemuda
dari masyarakat
Jawa yang masih
tradisional harus mengikuti
dengan cermat
model-model penggemblengan spiritual
di kala
mereka akan
menginjak dewasa melalui
lembaga-lembaga
pendidikan seperti
padepokan, pondok pesantren
dan sejenisnya
yang tumbuh
subur dalam perjalanan
kebudayaan masyarakat
setempat. Wujud
keberadaan lembaga tersebut
merupakan bukti
tentang kiprah
peranan lembaga pendidikan
dalam mengupaya-
kan terjaminnya
transformasi nilai-nilai dan
norma yang senan-
tiasa dijunjung
tinggi. Sementara itu,
dalam masyarakat modern
di sekolah,
anak tidak hanya
mempelajari pengetahuan dan
keterampilan, tetapi
juga sikap, nilai-nilai dan
norma-norma.
Sebagian besar
sikap dan nilai-nilai
itu dipelajari secara informal
melalui situasi
formal di kelas
dan di sekolah.
Melalui contoh
pribadi guru,
isi cerita buku-buku
bacaan pelajaran sejarah
dan
geografi
serta situasi lingkungan sekolah anak mempelajari sikap,
|
nilai-nilai
dan norma-norma masyarakat | |
|
|
|
3. Sekolah mengajarkan peranan sosial
Pendidikan diharapkan membentuk
manusia sosial yang
dapat
bergaul dengan sesama manusia sekalipun berbeda agama,
suku bangsa,
pendirian dan sebagainya. Ia
juga harus dapat
menyesuaikan
diri dalam situasi sosial yang berbeda-beda.
|
Kalau diselidiki, tentu
akan ditemukan bermacam-macam
alasan
lain mengapa orang tua menyekolahkan anaknya. Misalkan
menyekolahkan
anak gadis sampai ada yang meminangnya, atau
menyerahkan anaknya
ke dalam pengawasan
guru karena lebih
sulit
mengurusinya sendiri di rumah dan sebagainya.
4. Sekolah menyediakan tenaga pembangunan
Bagi negara-negara berkembang, pendidikan dipandang
menjadi alat
yang paling ampuh
untuk menyiapkan tenaga
produktif guna
menopang proses pembangunan. Kekayaan
alam
hanya mengandung arti
bila didukung oleh
keahlian. Maka
karena
itu manusia merupakan sumber utama bagi negara.
Menurut
analisis Faisal dan Yasik (1985) sepanjang dasawarsa
60-an, dunia
pendidikan memiliki andil
besar dalam membantu
proyek
negara untuk bangkit melakukan pembangunan di segala
bidang. Persekolahan di
kala itu, menjadi
pusat perhatian dan
dambaan para
perencana yang mengupayakan perubahan-
perubahan besar,
baik dalam bidang
ekonomi maupun sosial,
menjadi
pusat perhatian para politisi yang berusaha membangun
semangat kebangsaan, serta
menjadi kepentingan warga
masyarakat yang
berharap menemui peningkatan
kesejahteraan
hidupnya. Di
awal-awal dasawarsa 60-an
ada suatu keyakinan
kuat
dari seluruh komponen masyarakat tentang urgensi lembaga
pendidikan bagi
proses modernisasi dan
industrialisasi. Sistem
pendidikan dipandang
sebagai penghasil tenaga-tenaga terampil
dan
juga pengetahuan baru yang dibutuhkan bagi perkembangan
teknologi dan
ekonomi. Sistem pendidikan, juga
dianggap
berandil besar
dalam menanamkan disiplin,
sikap dan motivasi
sumber daya
manusia guna menopang
perkembangan indus-
trialisasi. Dalam
hubungan ini, modal
manusiawi dianggap jauh
melebihi
pentingnya modal-modal fisik apapun juga; bahkan bagi
para ahli
ekonomi yang agresif
sampai menunjukkan perbedaan
signifikansi
modal dalam wujud angka-angka presentase. Mereka-
mereka
ini memiliki keyakinan
kuat bahwa orang-orang terdidik
begitu produktif
dalam melaksanakan tugas
pekerjaan, tanggap
terhadap
tuntutan keterampilan baru, serta mampu menunjukkan
loyalitas yang
lebih tinggi terhadap
dunia pekerjaannya. Inilah
salah
satu bukti dari kiprah pendidikan di Indonesia pada waktu
dan lapisan
masyarakat memiliki hajat besar untuk
membangun
negaranya.
5. Sekolah membuka kesempatan memperbaiki
nasib
Semenjak diterapkannya sistem
persekolahan yang bisa
dinikmati secara
merata oleh seluruh
lapisan masyarakat di
seluruh
penjuru tanah air maka secara otomatis telah mendobrak
tembok
ketimpangan sosial masyarakat feodal dan menggantinya
dengan bentuk
mobilitas terbuka. Sekolah
menjadi tempat yang
paling
strategis untuk menyalurkan kebutuhan
mobilitas vertikal
dalam kerangka
stratifikasi sosial masyarakat. Perubahan
ini
cukup menyeruak
karena di dalam
tatanan sosialnya telah
mengalami pergeseran kriteria-kriteria pekerjaan
yang secara
tidak langsung
mengubah kontruksi susunan
masyarakat secara
drastis.
Bagi orang-orang yang ingin menapaki karier hidup yang
lebih
prestisius maka mereka cukup mendaftarkan diri ke lembaga
sekolah dan
berproses secara serius
sampai pada akhirnya
menerima bukti
kelulusan. Bisa dijamin
ijasah yang didapat
dari
sekolah tersebut lebih
diperhatikan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan dari
pada gelar bangsawan
yang sudah mulai
usang. Melalui
pendidikan orang dari
golongan rendah dapat
meningkat
ke golongan yang lebih tinggi.
Banyak pemuda-pemuda yang
berhasil menapaki jenjang
karir
hidupnya melalui sekolah meskipun memiliki latar belakang
status
yang tergolong rendah. Oleh karena itu orang tua berusaha
menyekolahkan
anaknya dengan harapan akan dapat memperoleh
hasil yang
memuaskan bagi peningkatan derajat
dan status
keluarga
di kemudian hari.
|
6. Menciptakan
integrasi sosial
Dalam masyarakat
yang bersifat heterogen
dan pluralistik,
|
terjaminnya
integrasi sosial merupakan fungsi pendidikan sekolah
yang
cukup penting. Masyarakat Indonesia mengenal bermacam-
macam suku
bangsa masing-masing dengan
adat istiadatnya
sendiri, bermacam-macam bahasa
daerah, agama, pandangan
politik dan
lain sebagainya. Dalam
keadaan demikian bahaya
disintegrasi sosial
sangat besar. Sebab
itu tugas pendidikan
sekolah yang terpenting adalah menjamin
integrasi sosial. Untuk
menjamin
integrasi sosial itu, caranya ialah sebagai berikut.
a. Sekolah mengajarkan bahasa nasional.
Bahasa nasional
ini memungkinkan komunikasi
antara suku-
suku dan
golongan yang berbeda-beda dalam
masyarakat.
Pengajaran bahasa
nasional ini merupakan
cara yang paling
efektif
untuk menjamin integrasi sosial.
b. Sekolah
mengajarkan
pengalaman-pengalaman
yang sama
kepada
anak melalui keseragaman kurikulum dan buku-buku
pelajaran dan
buku bacaan di
sekolah. Dengan pengalaman
yang sama
itu akan berkembang
sikap dan nilai-nilai yang
sama
dalam diri anak.
|
Sekolah
mengajarkan kepada anak corak kepribadian nasional
(national identity) melalui
pelajaran sejarah dan
geografi
nasional, upacara-upacara bendera,
peringatan hari besar
nasional, lagu-lagu
nasional dan sebagainya. Pengenalan
kepribadian nasional
itu akan menimbulkan
perasaan nasio-
nalisme dan
perasaan nasionalisme itu
akan membangkitkan
patriotisme.
|
7. Kontrol Sosial Pendidikan
Di
dalam percakapan sehari-hari, sistem pengendalian sosial
atau
social
control seringkali diartikan
sebagai pengawasan oleh
masyarakat
terhadap jalannya pemerintahan khususnya pemerin-
tah beserta
aparaturnya. Asumsi tersebut
memang ada benarnya
namun dalam
pengertian yang mendasar
pengendalian sosial
tidak
hanya berhenti pada pengertian itu saja. Arti sesungguhnya
pengendalian sosial
jauh lebih luas,
karena pada pengertian
tersebut
tercakup segala proses, baik yang
direncanakan maupun
tidak, yang
bersifat mendidik, mengajak
atau bahkan memaksa
warga-warga
masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai
sosial
yang berlaku. Jadi pengendalian sosial dapat dilakukan oleh
individu terhadap
individu lainnya (misalnya
seorang ibu men-
didik anak-anaknya agar
menyesuaikan diri pada
kaidah-kaidah
dan nilai-nilai
yang berlaku) atau
mungkin dilakukan oleh
indi-
vidu
terhadap suatu kelompok sosial (umpamanya, seorang dosen
di
Perguruan Tinggi memimpin beberapa orang mahasiswa dalam
kegiatan kuliah
kerja lapangan). Seterusnya
pengendalian sosial
dapat dilakukan
oleh kelompok terhadap kelompok lainnya, atau
oleh suatu
kelompok terhadap individu.
Itu semua merupakan
proses pengendalian sosial
yang dapat terjadi
dalam kehidupan
sehari-hari, meskipun seringkali manusia
tidak menyadari.
Dengan
demikian secara mendasar pengendalian sosial bertujuan
untuk mencapai
keserasian antara stabilitas
dengan perubahan-
perubahan dalam
masyarakat atau suatu
sistem pengendalian
bertujuan untuk
mencapai keadaan damai
melalui keserasian
antara
kepastian dengan keadilan.
Menurut Soekanto
(1990) sifat pengendalian sosial
bisa
bersifat
preventif atau represif. Preventif merupakan suatu usaha
pencegahan terhadap munculnya gangguan-gangguan pada
keserasian antara
kepastian dengan keadilan. Usaha-usaha
preventif
dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal
dan informal.
Dari penegasan tersebut
bisa dikatakan bahwa
aktivitas pendidikan
baik itu di
sekolah maupun di
luar sekolah
merupakan salah
satu alat pengendalian sosial
yang telah
melembaga baik
itu pada masyarakat
tradisional maupun yang
sudah modern.
Sehingga dalam hal
ini pengertian pendidikan
merupakan
proses pengendalian secara sadar di mana perubahan-
perubahan tingkah
laku dihasilkan dari
di dalam diri
orang itu
melalui pergulatan sosialnya. Dari
pandangan ini pendidikan
adalah
suatu proses yang dimulai pada waktu lahir dan berlang-
sung sepanjang
hidup. Pengertian pengendalian secara
sadar ini
berarti
adanya tingkat-tingkat kesadaran dari tujuan yang hendak
di
dapat.
Sementara
itu, sebagaimana uraian penjelasan pada halaman-
halaman
terdahulu bahwa di era modern ini lembaga pendidikan
juga mengalami
proses transformasi baik
itu pola kegiatan,
tata
nilai, bentuk
dan organisasi perannya
di masyarakat. Secara
spesifik
telah memunculkan lembaga sekolah sebagai manifestasi
wujud
orientasinya. Sehingga pada segi sosialnya sekolah meme-
gang peranan
penting dalam sosialisasi
anak-anak. Sebagai salah
satu upaya
pengendalian sosial ada
empat cara yang
dapat
digunakan
sekolah yakni :
|
Transmisi
kebudayaan, termasuk norma-norma, nilai-nilai dan
informasi melalui
pengajaran secara langsung, misalnya
tentang falsafah
negara, sifat-sifat warga
negara yang baik,
struktur
pemerintahan, sejarah bangsa dan sebagainya.
|
|
|
|
b. Mengadakan kumpulan-kumpulan sosial
seperti perkumpulan
sekolah,
Pramuka, kelompok olah
raga, dan sebagainya
yang
dapat memberikan kesempatan kepada
anak-anak untuk
mempelajari dan
mempraktikkan berbagai keterampilan
sosial.
|
Memperkenalkan anak
dengan tokoh-tokoh yang
dapat
dijadikan
anak sebagai figur tauladannya. Dalam hal ini guru-
guru
dan pemimpin sekolah memegang peranan yang penting.
|
d. Menggunakan tindakan
positif dan negatif
untuk mengha-
ruskan murid
mengikuti tata perilaku
yang layak dalam
bimbingan
sosial. Yang termasuk dalam tindakan positif ialah
pujian, hadiah
dan sebagainya sedangkan
cara yang negatif
berupa
hukuman, celaan dan sebagainya.
C. Perubahan Sosial dan Pendidikan
Telah
banyak dibicarakan oleh publik bahwa masyarakat kita
saat
ini tidak pernah lepas dari gejala perubahan. Namun karena
gejala
tersebut memiliki intensitas yang begitu kuat maka banyak
pihak
yang mengkhawatirkan ketangguhan "daya tangkal" nilai-
nilai
masyarakat yang telah mapan menjadi goyah lalu perlahan-
lahan
akan mengalami pemudaran.
Perubahan
dalam masyarakat memang telah ada sejak jaman
dulu. Namun
dewasa ini perubahan-perubahan tersebut
berjalan
dengan sangat
cepat. Hal ini
membingungkan manusia yang
menghadapinya. Perubahan-perubahan mana
sering berjalan
secara
konstan dan terikat dengan waktu dan tempat. Akan tetapi
karena sifatnya
berantai, maka perubahan
terlihat berlangsung
terus, meskipun
diselingi keadaan di
mana masyarakat yang
mengalami
perubahan.
Telah menjadi
hukum alam bahwa
masyarakat memiliki
perbedaan
dalam adopsi setiap perubahan ataupun inovasi baru.
Ada
masyarakat yang sangat cepat mengadopsi suatu perubahan,
ada yang
lambat bahkan ada
yang sangat skeptik,
di samping
yang
terjadi pada kebanyakan anggota masyarakat umumnya. Hal
ini
terjadi, karena anggota masyarakat memiliki perbedaan kesiap-
an untuk
menerima perubahan itu,
sebagai akibat dari
adanya
variasi pengetahuan, cara
berpikir, sikap, variasi
personalitas,
pengalaman, selain
kesesuaiannya antara nilai
yang ia miliki
dengan nilai
baru yang ditawarkan. Selain
karakteristik yang
oleh seseorang
atau suatu masyarakat,
faktor referensi
atau panutan
juga berperanan penting
dalam adopsi perubahan
itu. Unsur-unsur
yang dapat dijadikan
referensi oleh seseorang
atau
masyarakat terhadap proses adopsi perubahan itu di antara-
nya adalah,
(1) orangtua (2)
pemuka masyarakat baik
formal
mupun
non-formal, (3) teman dekat, (4) figur idola, dan (5) orang
yang paling
berpengaruh terhadap diri
seseorang. Unsur-unsur
no. 1,
2, dan 3,
dapat ditunjuk dengan
jelas dalam masyarakat.
Akan tetapi
unsur figur idola
dan unsur orang
yang paling
berpengaruh
terhadap diri seseorang sangat subjektif. Figur-fiigur
itu
dapat berwujud bintang film, tokoh
masyarakat, sifat herois-
me, atau
yang lain, yang
pada dasarnya dapat
berbentuk karak-
teristik atau
aktualisasi dari figur
itu yang dinilai
sesuai dengan
nilai
yang dimilikinya, karena baik pola maupun kecepatan sese-
orang atau
suatu masyarakat menerima
suatu perubahan pada
dasarnya
adalah berbeda. Perbedaan ini yang dapat menghasilkan
kesenjangan
tata nilai di dalam masyarakat, lebih-lebih lagi dalam
situasi di
mana kompleksitas perubahan itu
semakin meluas dan
perubahan
itu terjadi sangat cepat.
Sementara kalau
kita sadari perubahan
budaya manusia
melekat dengan
perubahan alam dan
jaman. Pada era
teknologi
suatu masyarakat
akan ketinggalan apabila
masyarakat itu tidak
menerapkan teknologi
dalam tatanan hidup
mereka. Bahkan
teknologi telah
terbukti membawa tingkat
efisiensi dan kemak-
muran masyarakat,
karena sifat dari
teknologi itu yang
pada
dasarnya
memburu perolehan nilai tambah perubahan budaya itu
pada dasarnya
adalah untuk adaptasi
terhadap perubahan alam
dan jaman
agar manusia tetap
mampu mempertahankan eksis-
tensi
hidup mereka. Meskipun kekayaan sumber daya alam bukan
faktor penentu
terhadap kemajuan suatu
masyarakat dibanding-
kan dengan
kekayaan sumber daya
manusia tetapi semakin
ber-
kurangnya daya
dukung potensi sumber
daya alam dibanding
dengan tuntutan
kebutuhan manusia yang
jumlahnya semakin
besar tetap akan
berdampak terhadap terjadinya
perubahan pola
hidup manusia.
Apabila produk dan
jasa yang menjadi
ukuran
kekuatan suatu
masyarakat potensial bagi
masyarakat tertentu,
maka
mereka itu yang akan mampu menguasai pasar, yang akhir-
nya merekalah
yang akan mampu
mempertahankan eksistensi
hidup
mereka. Akhirnya penguasaan teknologi yang akan meng-
hasilkan
unggulan suatu bangsa.
Berdasarkan
tinjauan di atas, bahwa untuk mempertahankan
eksistensi
hidup masyarakat tidak dapat terhindar dari penguasa-
an teknologi,
maka unsur kreativitas, unsur
kemandirian dalam
kebersamaan, unsur
produktivitas, menjadi faktor
yang sangat
penting untuk
menaggapi budaya hidup
teknologis itu. Berarti
pendidikan
yang menghasilkan manusia-manusia kreatif menjadi
tuntutan
dalam pola pendidikan umum saat ini banyaknya media
yang dapat
berperan sebagai sumber
informasi pendidikan bagi
generasi
bangsa saat ini, maka konsep pendidikan perlu mengala-
mi pergeseran,
pendidikan bukan lagi
sebagai usaha yang
di
sengaja
lagi akan tetapi menjadi kondisi apapun yang dampaknya
dapat menyebabkan terjadinya perubahan
nilai-nilai manusia.
Kondisi dalam
kehidupan keluarga, kondisi
yang terjadi dalam
masyarakat
luas sebagai panggung pentas budaya bangsa kondisi
yang
ditampilkan oleh berbagai media baik cetak maupun elektro-
nika,
kondisi yang terjadi di sekolah kesemuanya secara bersama-
sama mewujudkan
terjadinya proses pendidikan
bagi generasi
bangsa
kita. Baik dipandang dari dimensi tuntutan kualitas manu-
sia
masa kini dan masa datang maupun dari
kondisi pendidikan
yang semakin
kompleks dan multidimensional itu,
maka pendi-
dikan
kita telah saatnya lebih banyak memberi kesempatan anak-
anak kita
mengaktualisasikan diri dalam kondisi yang
terkontrol
baik dirumah
maupun di sekolah
untuk mengimbangi kondisi
yang tidak
terkontrol dalam kehidupan
di masyarakat luas
yang
justru tarik
menarik pengaruhnya terhadap
proses pendidikan
formal semakin
besar. Peran pendidikan
orang tua dan
pendi-
dikan
sekolah dituntut semakin besar, apabila kita ingin generasi
bangsa
kita tidak mengalami pemudaran nilai-nilai budaya bangsa
kita
yang akan menjalar kepada pemudaran rasa kebangsaan kita,
dengan lebih
besar memberikan kesempatan kepada
mereka
untuk
mengaktualisasikan diri mereka masing-masing.
D. Pendidikan dan Pembaharuan Masyarakat
Ada para
pendidik yang menaruh
kepercayaan yang besar
sekali
akan kekuasaan pendidikan dalam membentuk masyarakat
baru. Oleh
karena itu setiap
anak diharapkan memasuki
sekolah
dan dapat
diberikan ide-ide baru
tentang masyarakat yang
lebih
indah
daripada yang sudah-sudah. Sekolah dapat merekonstruksi
atau
mengubah dan membentuk kembali masyarakat baru.
Apakah harapan
itu akan terpenuhi?
Dapat dipertanyakan.
Pihak yang
berkuasa di suatu
negara pada umumnya
menggu-
nakan sekolah
untuk mempertahankan dasar-dasar
masyarakat
yang
ada. Perubahan yang asasi tak akan terjadi tanpa persetujuan
pihak
yang berkuasa dan masyarakat.
Sekolah
tak dapat melepaskan diri dari masyarakat tempat ia
berada dan
dari kontrol pihak
yang berkuasa. Sekolah
hanya
dapat mengikuti
perkembangan dan perubahan
masyarakat dan
tak mungkin
mempelopori atau mendahuluinya. Jadi
tidak ada
harapan sekolah
dapat membangun masyarakat
baru lepas dari
proses
perubahan sosial yang berlangsung dalam masyarakat itu.
Belajar dari
pengalaman berbagai dunia,
tentu saja sekolah
dapat digunakan
oleh yang berkuasa
untuk mengadakan peru-
bahan-perubahan radikal
yang diinginkan oleh
pihak yang ber-
kuasa
itu, seperti Hitler di Jerman, Partai Komunis di Uni Soviet,
Jepang di
daerah jajahannya dan
sebagainya. Sistem pendidikan
adalah alat
yang ampuh untuk
mengindoktrinasi generasi muda
agar menciptakan
suatu masyarakat menurut
keinginan mereka
yang mengontrolnya. Perubahan
kekuasaan dalam suatu
negara,
misalnya oleh
golongan yang menganut
ideologi lain akan
memanfaatkan sekolah
sebagai alat untuk
membangun masya-
rakat
baru menurut ideologi mereka.
Dalam
dunia yang dinamis ini tanpa terkecuali setiap masya-
rakat akan
mengalami perubahan menuju
pembaharuan. Tidak
turut berubah
dan mengikuti pertukaran
jaman akan membaha-
yakan
eksistensi masyarakat itu. Tiap pemerintahan akan berusa-
ha mengadakan
perubahan yang diinginkan
demi kesejahteraan
rakyatnya
dan keselamatan bangsa dan negaranya. Dalam hal itu
diusahakan
adanya keseimbangan antara dinamika dengan stabi-
litas.
Perubahan-perubahan itu antara lain tercermin dalam peru-
bahan dan
pembaharuan kurikulum dan
sistem pendidikan.
Peralihan dari
jaman ke jaman
memerlukan berbagai perubahan
kurikulum
sesuai dengan filsafat bangsa dan paradigma dominan
yang
dianut. Jadi, dengan kata lain, perubahan menuju pembaha-
ruan
dalam pendidikan sangat tergantung kebijakan yang diambil
oleh negara.
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar