Liana Arum Purwitasari

tanpa tanda jasa
SELAMAT DATANG DI BLOG LIANA ARUM PURWITASARI

Minggu, 24 Agustus 2014

DASAR-DASAR MEDIA DAN SUMBER PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR


3.      Jenis-jenis Media dan Sumber Pembelajaran
a.   Jenis Media Pembelajaran
Banyak cara diungkapkan untuk mengindentifikasi media serta mengklasifikasikan karakterisktik fisik, sifat, kompleksitas, ataupun klasifikasi menurut kontrol pada pemakai. Namun demikian, secara umum media bercirikan tiga unsur pokok, yaitu: suara, visual, dan gerak. Menurut Rudy Brets, ada 7 (tujuh) klasifikasi media, yaitu:
1.             Media audio visual gerak, seperti: film bersuara, pita video, film pada televisi, Televisi, dan animasi
2.             Media audio visual diam, seperti: film rangkai suara, halaman suara, dan sound slide.
3.             Audio semi gerak seperti: tulisan jauh bersuara.
4.             Media visual bergerak, seperti: film bisu.
5.             Media visual diam, seperti: halaman cetak, foto, microphone, slide bisu.
6.             Media audio, seperti: radio, telepon, pita audio.
7.             Media cetak, seperti: buku, modul, bahan ajar mandiri.
Lebih lanjut Schramm, mengelompokkan media dengan membedakan antara media rumit mahal (big media) dan media sederhana murah (little media). Kategori big media, antara lain: komputer, film, slide, progran video. Sedangkan little media antara lain: gambar, realia sederhana, sketsa.. Sedangkan Klasek (1997) membagi media pembelajaran sebagai berikut: 1) media visual, 2) media audio, 3) media “display”, 4) pengalaman nyata dan simulasi, 5) media cetak, 6) belajar terprogram, 7) pembelajaran melalui komputer atau sering dikenal Program Computer Aided Instruction (CAI). Secara lebih rinci Anderson (1997) mengelompokan media berikut ini:

No
Kelompok Media
Media Instruksional
1
Audio
Pita audio (rol atau kaset)
Piringan audio
Radio (rekaman siaran)

2
Cetak
Buku teks terprogram
Buku pegangan/manual
Buku tugas
3
Audio Cetak
Buku latihan dilengkapi kaset
Gambar/poster (dilengkapi audio)

4
Proyek visual diam
Film bingkai (slide)
Film rangkai (berisi pesan verbal)

5
Proyek visual diam dengan audio
Film bingkai (slide) suara
Film rangkai suara

6
Visual gerak
Film bisu dengan judul
7
Visual gerak denga audio
Film suara
Video/VCD/DVD

8
Benda
Benda nyata
Model tiruan
9
Komputer
media berbasis komputer; CAI (Computer Assisted Instructional) & CMI (Computer Managed Instructiona
             
Beberapa pendapat tentang pengelompokan media di atas, menunjukan keberagaman media. Hal ini bernilai positif untuk memberikan pilihan secara selektif kepada guru untuk menggunakan media sesuai dengan tujuan pembelajaran, materi dan kondisi psikologis siswa. Namun demikian, dari beberapa pengelompokan tersebut dapat kita simpulkan bahwa media terdiri atas :
1.        Media visual : yaitu media yang hanya dapat dilihat, yang termasuk kelompok visual, seperti foto, gambar, poster, grafik, kartun, liflet, buklet, torso, film bisu, model 3 dimensi seperti diorama dan mokeup.
2.        Media Audio : adalah media yang hanya dapat didengar saja, seperti kaset audio, radio, MP3 Player, iPod.
1)      Media Audio Visual : yaitu media yang dapat dilihat sekaligus dapat didengar, seperti film bersuara, video, televisi, sound slide,
2)      Multimedia : adalah media yang dapat menyajikan unsur media secara lengkap seperti suara, animasi, video, grafis dan film. Multimedia sering diidentikan dengan komputer, internet dan pembelajaran berbasis komputer (CBI).
3)      Media Realia : yaitu semua media nyata yang ada dilingkungan alam, baik digunakan dalam keadaan hidup maupun sudah diawetkan, seperti tumbuhan, batuan, binatang, insektarium, herbarium, air, sawah dan sebagainya.
Secara sederhana kehadiran media dalam suatu kegiatan pembelajaran memiliki nilai-nilai praktis sebagai berikut:
a.  Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki para siswa.
b. Media yang disajikan dapat melampaui batasan ruang kelas.
c.  Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.
d. Media yang disajikan dapat menghasilkan keseragaman pengamatan siswa.
e.  Secara potensial, media yang disajikan secara tepat dapat menanamkan konsep dasar yang kongkrit, benar, dan berpijak pada realitas.
f.  Media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru.
g. Media mampu membangkitkan motivasi dan merangsang peserta didik untuk belajar.
h. Media mampu memberikan belajar secara integral dan menyeluruh dari yang kongkrit ke yang abstrak, dari seserhana ke rumit.
Berdasarkan beberapa nilai praktis tersebut maka dikembangkan media dalam suatu konsepsi teknologi pembelajaran yang memiliki ciri: (a) berorientasi pada sasaran (target oriented), (b) menerapkan konsep pendekatan sistem, dan (c) memanfaatkan sumber belajar yang bervariasi. Sehingga aplikasi media dan teknologi pendidikan, bisa merealisasikan suatu konsep “teaching less learning more”. Artinya secara fisik bisa saja kegiatan guru di kelas dikurangi, karena ada sebagian tugas guru yang didelegasikan pada media, namun tetap mendorong tercapainya hasil belajar siswa.
Adapun media  pembelajaran yang lazim dipakai di Indonesia:
NO
Kelompok Media
Media Instruksional
1
Media Grafis
Gambar/ Foto, Sketsa, Diagram, Grafik, Kartun, Poster, Peta atau Globe, Papan flannel, Papan bulletin.
2
Media Audio
Radio, Alat perekam pita magnetic, Laboratorium bahasa.
3
Media Proyeksi diam
Film Bingkai, Film Rangkai, Media Transparansi, proyektor tak tembus pandang, nikrofis, film, film gelang, televise, video, permainan dan simulasi.

b.   Jenis-jenis sumber belajar
Jenis sumber belajar tidak jauh berbeda dengan bentuknya. Jenis-jenis sumber belajar menurut Degeng, dkk (1993) adalah sebagai berikut:
1.      Pesan (apa informasi yang ditransmisikan?)
2.      Orang (Siapa/Apakah yang melakukan transmisi?)
3.      Bahan (Siapa/Apakah yang menyimpan informasi?)
4.      Alat (Siapa/Apakah yany menyimpan informasi?)
5.      Teknik(bagaimana informasi itu di transmisikan?)
6.      Lingkungan/latar (dimana ditransmisikan?)

pengomposan


PENGOMPOSAN
Sampah organik yang dihasilkan oleh sebuah rumah tangga atau 1 kepala keluarga (KK)
yang beranggota 5 orang (Bapak, Ibu, 2 anak dan 1 pembantu) setiap hari kurang lebih 2 kg.
Kalau sebuah Rukun Tetangga (RT) terdiri dari 40 KK dan sebuah Rukun Warga (RW)
terdiri dari 10 RT, maka bisa dihitung berapa jumlah sampah organik yang memerlukan
pengelolaan selanjutnya, atau biasa disebut “dibuang”.
 
Untuk mengubah pola pikir bahwa sampah kita tanggung jawab kita yang menghasilkan,
dan mengubah kebiasaan membuang sampahmenjadi mengelola sampah perlu upaya yang
tidak mudah dan memerlukan waktu dan kesabaran.
 
Dari pengalaman dan pembelajaran, Kebun Karinda menawarkan sebuah model bagi
RT/RW yang ingin mandiri dalam pengelolaan sampah organiknya, namun untuk
keberhasilannya diperlukan beberapa syarat:
1.     Kegiatan ini diorganisir oleh pemimpin masyarakat setempat (Ketua RT/RW), dibantu
sebuah tim pelaksana (Komite Lingkungan).
2.     Ada keteladanan dari para pemimpin masyarakat, tokoh masyarakat, pemuka agama
yang menjadi panutan masyarakat setempat.
3.     Dibangun komitmen di antara seluruh warga, lingkungan bagaimana yang ingin dicapai.
4.     Ada pendampingan agar kegiatan berkelanjutan, kader/motivator yang mendampingi
harus sudah berpengalaman melakukan pengomposan.
5.     Proses pengomposan dipilih yang tidak menimbulkan bau ialah proses fermentasi.
 
Sampah organik rumah tangga yang segar dan lunak, sangat mudah dikomposkan.
Pengomposan dapat dilakukan secara individual di setiap rumah atau secara komunal oleh
Komite Lingkungan RT/RW.

Pengomposan Individual
 
Kebun Karinda menyarankan pengomposan dengan metode Takakura. Jika dilakukan
dengan benar dalam proses tidak ada bau busuk, tidak keluar air lindi, dan higienis. Tidak
memerlukan tempat luas, tetapi tidak boleh kena hujan atau sinar matahari langsung.
 
Wadahnya bisa keranjang cucian isi 40 L atau lebih dikenal dengan Keranjang Takakura,
ember bekas cat atau kaporit (isi 25 L), drum bekas yang dipotong menjadi 2 bagian (isi 100
L), keranjang rotan atau bambu yang isinya lebih dari 25 L untuk mempertahankan suhu
kompos.  Pemilihan wadah tergantung bahan yang tersedia, selera dan banyaknya sampah
setiap hari.
 
Sampah organik dipisahkan dari sampah anorganik (kegiatan ini disebut “memilah sampah”)
kemudian dicacah menjadi berukuran 2 cm x 2 cm agar mudah dicerna mikroba kompos.
Untuk menyerap air dan menambah unsur karbon, ditambahkan serbuk kayu gergajian.
Sampah harus dimasukkan wadah kompos setiap hari (sebelum menjadi busuk) dan diaduk
sampai ke dasar wadah supaya tidak becek di bagian bawah. Pengadukan juga dimaksud
untuk memasukkan oksigen yang diperlukan untuk pernapasan mikroba kompos.
 
Jika wadah sudah penuh, kompos harus dimatangkan atau distabilkan dahulu sampai
suhunya menjadi seperti suhu tanah, baru bisa dipanen. Pengomposan dimulai lagi dengan
wadah lain, dengan aktivator sebagian kompos yang masih panas dari wadah pertama.
 
Kompos setengah jadi ini bisa juga dikirim ke pengomposan komunal untuk diproses
bersama-sama. Sebagian ditinggal dalam wadah untuk dijadikan aktivator.
Warga akan mendapat hasil panen kompos, atau membelinya dengan harga khusus.

Pengomposan Komunal
 
Memerlukan bangunan tanpa dinding, atapnya bisa dari plastik terpal, daun kirai, plastik
gelombang, genteng dan sebagainya tergantung dana yang tersedia. Lantainya bisa tanah,
semen atau paving blok. Kita bisa menyebutnya sebagai “Rumah Kompos”.
 
Untuk wadah pengomposan sampah organik rumah tangga dapat dibuat bak atau kotak dari
bambu, kayu, paving blok, bata dan sebagainya. Agar dapat menyimpan panas, kotak harus
memiliki volume paling sedikit 500 L atau memiliki panjang 75 cm, lebar 75 cm dan tinggi 1
m. Salah satu sisinya harus bisa dibuka, untuk mengeluarkan adonan kompos jika seminggu
sekali dibalik. Banyaknya kotak tergantung jumlah sampah yang akan dikelola.
 
Hal penting agar tempat pengomposan bersih dan tidak berbau busuk, sampah yang masuk
hanya sampah organik saja. Warga harus memilah sampahnya di rumah masing-masing
(mematuhi UU Pengelolaan Sampah).
Di depan rumah tidak perlu ada bak sampah, tetapi disediakan dua wadah sampah untuk
sampah organik dan anorganik. Petugas pengangkut sampah mengambilnya dengan
gerobak sampah yang diberi sekat. Sampah organiknya diturunkan di Rumah Kompos.
 
Selanjutnya oleh sampah organik dicacah secara manual atau dengan mesin pencacah.
2
Jika menggunakan mesin pencacah, agar sampah tidak mengeluarkan air dan untuk
menambahkan unsur karbon, dicampurkan terlebih dahulu serbuk kayu gergajian. Jika
pencacahan secara manual, serbuk kayu dicampurkan sebelum masuk wadah
pengomposan. Aktivator yang digunakan adalah kompos yang belum selesai berproses
sehingga mikrobanya masih aktif.
 
Adonan kompos dari sampah organik rumah tangga jika diaduk setiap hari, akan matang
dalam waktu kurang lebih 10-14 hari, namun harus distabilkan dahulu sampai suhu menjadi
seperti suhu tanah, kira-kira makan waktu 2 minggu.
Jika akan dikemas sebaiknya diayak terlebih dahulu untuk memisahkan bagian yang kasar.
 
Jika tanah yang tersedia cukup luas dan sampahnya cukup banyak, pengomposan dapat
dilakukan dengan sistem open windrow yaitu dengan timbunan-timbunan yang dibalik dan
disiram setiap minggu.
 
Kompos setengah jadi yang dikirim oleh warga dicampurkan ke adonan kompos yang sudah
berusia kurang lebih 2 minggu, dan akan matang bersama-sama.

 
Kualitas Kompos
 
Kompos yang dibuat melalui proses termofilik aerobik dan terkendali seperti ini, kualitasnya
“super”. Kaya akan unsur yang diperlukan tanaman untuk tumbuh subur.
Kompos yang berkualitas baik berwarna hitam, berbau tanah, tekstur seperti tanah,
kelembaban 30-40%, keasaman netral. Harganya bisa lebih dari Rp.1000/kg, bahkan
Rp.2000/kg. Jika ingin ditingkatkan lagi harganya, kita bisa membibit dan menjual tanaman
bunga, sayuran dan tanaman obat yang dipupuk dengan kompos buatan sendiri.
 
Tim Pelaksana
 
Dibentuk Komite Lingkungan oleh Pengurus RT/RW dan selanjutnya diperlukan peran serta
warga sehingga kegiatan ini menjadi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat.

Tugas dan tanggung jawab masing-masing:
1.     Komite Lingkungan:
-    Relawan yang peduli lingkungan, memiliki kemampuan dan waktu.
-    Mengorganisasi warga dalam kegiatan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat.
-    Melatih dan meningkatkan keterampilan kader sebagai motivator dan tenaga
pelaksana pengomposan.
-    Mengendalikan proses pengomposan agar dihasilkan kompos yang memenuhi
syarat.
2.     Dewan Kelurahan, Tim Penggerak PKK dan Karang Taruna
-    Menjadi relawan kader lingkungan, sebagai motivator dalam kegiatan Pengelolaan
Sampah Berbasis Masyarakat.
-    Para kader/motivator harus sudah melakukan pengomposan.
-    Mengajarkan dan menggerakkan warga untuk memilah sampah.
-    Pendampingan dalam proses pengomposan di rumah tangga.
3.     Petugas Pelaksana Pengomposan
-    Merupakan tenaga tetap yang melaksanakan proses pengomposan.
 
Usaha Mandiri RT/RW
 
Untuk mewujudkan unit pengelolaan sampah ini perlu disusun proposal yang disusun oleh
Pengurus RT/RW, yang berisi kebutuhan sarana dan prasarana, SDM, jadwal pelatihan TOT
kader/motivator, prospek ke depan. Diharapkan kegiatan Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat ini nantinya dapat mandiri dari penjualan kompos dan produk-produk
turunannya (tanaman hias, sayuran, tanaman obat).
 
Lingkungan menjadi bersih, teduh dan asri, masyarakat terjaga kesehatannya karena
pengelolaan sampah merupakan bagian dari perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
  PENGOLAHAN SAMPAH METODE BIOLOGI 

1. Ruang lingkup
Ruang lingkup pengaturan dalam tata cara pengoperasian pengomposan sampah
organik dengan metode biologis (PSOMB) ini mencakup ketentuan umum dan
ketentuan teknis pengoperasian pengomposan sampah organik kota skala
lingkungan dengan metode biologis termasuk pengerjaannya, meliputi ;
  Manajemen pengoperasian PSOMB
  Persyaratan bahan baku sampah
  Bangunan dan peralatari PSOMB yang disyaratkan
  Kapasitas produksi kompos
  Tahapan dan perlakuan selama proses pengomposan
  Kualitas kompos
2. Pengertian
1.  Pengolahan sampah organik dengan metode biologis adalah model
usaha pemanfaatan sampah organik melalui kegiatan daur ulang
dengan pembuatan kompos.
2.  Kompos adalah bentuk akhir dari bahan-bahan organik setelah
mengalami proses pembusukan dan berfungsi sebagai penyubur tanah
3.  Peruntukan ruang untuk PSOMB adalah tata letak ruang untuk
pencurahan sampah. pemilahan, penumpukan residu, tumpukan
kompos aktif, penyaringan dan pengemasan serta gudang dan kantor.
4.  Pengomposan adalah proses biologis terjadinya penguraian senyawa-
senyawa yang terkandung pada pembusukan sampah karena adanya
kegiatan jasad renik dengan menghasilkan produk kompos yang aman.
5.  Pemilahan sampah adalah langkah untuk memilah bahan organik yang
dapat digunakan sebagai bahan untuk proses pengomposan serta
bahan organik untuk daur ulang lainnya.
6.  Pembalikan adalah cara pengadukan tumpukan sampah yang
berfungsi untuk menurunkan suhu dan aerasi.
7.  Pematangan kompos adalah tahapan proses untuk memastikan bahan
sampah telah menjadi kompos stabil.
8.  Pengayakan adalah cara untuk memperoleh ukuran partikel kompos
yang kecil.


KETENTUAN UMUM
2.1. Ketentuan Umum
Teknologi pengolahan sampah dengan metode PSOMB merupakan pemanfaatan
sampah untuk mendapatkan kompos yang dapat dimanfaatkan sebagai ;
  Soil conditioner yang berfungsi memperbaiki struktur tanah terutama bagi
tanah kering dan ladang
  Soil ameliorator berfungsi mempertinggi kemampuan penukaran  kation baik
tanah ladang maupun tanah sawah
Selain itu upaya ini juga untuk mengurangi volume sampah yang harus diangkut dari
timbunan ke TPA sehingga dapat menghemat lahan TPA sekaligus menguangi
biaya pengangkutan sampah.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, ketentuan umum mengenai proses PSOMB
adalah sebagai berikut;
a. lokasi PSOMB harus sedekat mungkin dengan pelayanan sampah, sehingga
sumber sampah organik mudah diperoleh sebagai bahan pengomposan.
b. Luas lahan yang dibutuhkan minimum 125m2.
c. Kapasitas produksi minimum 3m3/hari = ± 600kg (satu cetakan) dari kapasitas
pelayanan pelayanan sampah = 3500 orang.
d. Bahan / daur ulang sampah untuk pembuatan kompos adalah sampah organik
pilihan dari sampah dapur, sisa makanan, sisa kulit buah-buahan atau sayuran
potongan rumput atau daun-daunan ± 30% dari sampah pasar ± 60%.
e. Bahan daur ulang yang tak dapat dikomposkan adalah kertas, plastik, logam dan
lain-lain untuk ;
• sampah rmah tangga 70%
• sampah pasar 60%


Manajemen pengoperasian PSOMB perlu didukung oleh
  instansi pengelola PSOMB yang mendanai (lembaga swadaya masyarakat,
dinas kebersihan atau swasta)
  biaya pengelolaan yang memadai baik untuk biaya modal kerja, biaya operasi
maupun biaya pemeliharaan
  adanya aspek pengaturan yang mendukung khususnya dalam kaitannya
dengan masalah pemasaran kompos
  peran serta masyarakat sangat diharapkan dalam pemilihan sampah di
sumber baik dilaksanakan di rumah tangga maupun pada lokasi
pengomposan
2.2. Ketentuan Teknis
Pengomposan adalah suatu proses biologis, dimana berbagai mikroorganisme
aerob inemegang peranan penting, untuk menguraikan senyawa-senyawa yang
terkandung dalam sisa-sisa bahan organik, maka diperlukan suatu kondisi ideal agar
proses tersebut dapat berlangsung optimal, ketentuan teknis yang mendukung
pengoperasian PSOMB secara optimal khususnya dalam hal pengoperasian
produksi kompos, dapat dilihat dalam uraian berikut;

a. Ketentuan bahan baku
Untuk pengomposan optimum, dibutukan bahan baku organik yang memenuhi
syarat sebagai berikut:
1.  keseragaman jenis sampah (sayur mayur, sisa makanan kecuali tulang besar,
sisa buah-buahan, sisa daging, daun-daunan / rumput dan lain-lain, baik dari
sampah rumah tangga maupun pasar.
2.  sampah yang berasal dari sampah rumah tangga atau sampah pasar
3.  usia sampah tidak lebih dari dua hari, sehingga belum mengalami
pembusukan atau mengandung larva lalat
4.  nilai C/N antara 30 - 35 : 1
bila C/N rendah, maka perlu ditambahkan bahan C/N yang tinggi dengan
perbandingan seperti contoh perhitungan sebagai berikut :
• perbandingan C/N ideal + 30:1 dari serbuk gergaji (segar) kadar C tinggi dan
sisa makanan (kadar C rendah) maka untuk mendapatkan perbandingan ideal
dibutuhkan percampuran agar menjadi rata-rata 30:1
C/N sisa makanan =15:1
C/N serbuk gergaji (segar) = 511:1
Rumus percampuran : 30
Y =1
15X + 511 =30X + 30
511 -30 = 30X- 15X
481 = 15X
X = 481/15 =32,07
Maka percampuran bahannya sebagai berikut ;
Sisa makanan = 32,07bagian
Serbuk gergaji = 1 bagian
Berikut beberapa nilai C/N rasio dari berbagai bahan organic yang dapat
dikomposkan untuk acuan proses pengomposan di lapangan
No  Jenis Bahan  Nilai C/N rasio
1  Kotoran manusia (dibiarkan)  6
2  Kotoran manusia (dihancurkan)  16
3  Humus  10
4  Sisa dapur / makanan  15
5  Rumput segar  11
6  Sisa buah-buahan  35
7  Sampah segar  25
8  Limbah sayuran  11-12
9  Perdu / semak  40-80
10  Batang jagung  60
11  Jerami  30-80
12  Jerami jelai  68
13  Kulit kentang  25
14  Serbuk gergaji  511

5.  kelembaban / kadar air sampah 50%, bila nilainya diatas 50% maka ditambah
dengan bahan yang mempunyai sifat menyerap air, seperti dedak dan lainnya
dengan dosis 5% dari bahan yang akan diolah (contohnya 200 kg bahan
sampah organik + 10kg dedak)
6.  EM4 ; bagi pengomposan dengan ataupun tanpa dedak dosis EM4 0,75%
dengan ketinggian tumpukan 0,8m yang diberi pipa-pipa aerasi
7.  glukosa (gula) sebagai bahan makanan utam mikroorganisme 10 sendok
makanan per 200 kg sampah air sebagai pelarut
8.  bagi pengomposan dengan dedak 10 1/200 kg sampah bagi pengomposan
tanpa dedak 2,5 - 5 1/200 kg sampah
9.  kantong-kantong plastik (kapasitas 3 kg kompos)



Proses Konversi Thermal
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan
gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi
bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik
dengan oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan
C) dalam sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O).
Unsur-unsur penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan
dioksidasi menjadi oksida-oksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk.
Beberapa contoh insinerator ialah open burning, single chamber, open pit, multiple chamber,
starved air unit, rotary kiln, dan fluidized bed incinerator.
9
Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan tanpa
kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi, molekul-
molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang kecil dan
lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan
char, dan produk gas.
Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi gas. Gasifikasi
melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna pada temperatur yang
relatif tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa, proses gasifikasi menghasilkan
gas yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000 kJ/Nm3.
Proses Konversi Biologis
Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara anaerobik (biogas)
atau tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi konversi biomassa (sampah) menjadi gas
dengan bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan gas yang kaya akan
methane dan slurry. Gas methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan
energi sedangkan slurry dapat digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut
berupa gas methane yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.
Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam
lahan landfill, limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi
senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang
dikandung oleh limbah dan air hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan
cair yang disebut lindi (leachate). Jika landfill tidak didesain dengan baik, leachate akan
mencemari tanah dan masuk ke dalam badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah
di landfill harus mempunya permeabilitas yang rendah. Aktifias mikroba
dalamlandfill menghasilkan gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal – proses aerobik) dan
menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut mempunyai
nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya terdiri dari
sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan
pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa
desentralisasi.


Pemilihan Teknologi
Tujuan suatu sitem pemanfaatan sampah ialah dengan mengkonversi sampah tersebut
menjadi bahan yang berguna secara efisien dan ekonomis dengan dampak lingkungan yang
minimal. Untuk melakukan pemilihan alur konversi sampah diperlukan adanya informasi
tentang karakter sampah, karakter teknis teknologi konversi yang ada, karakter pasar dari
produk pengolahan, implikasi lingkungan dan sistem, persyaratan lingkungan, dan yang
pasti: keekonomian.
Kembali ke Bandung. Kira-kira teknologi mana yang tepat sebagai solusi pengolahan
sampah menjadi bahan berguna? Apakah PLTSa sudah merupakan teknologi yang tepat??