Liana Arum Purwitasari

tanpa tanda jasa
SELAMAT DATANG DI BLOG LIANA ARUM PURWITASARI

Kamis, 30 April 2015

Model Pembelajaran VCT

VCT merupakan kepanjangan dari Value Clarification Technique. Menurut Sanjaya (Tanireja, 2011:87-88) Teknik Mengklarifikasi Nilai atau sering disingkat VCT merupakan teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.
Hall (Adisusilo, 2012: 145) mengartikan VCT sebagai “By value clarification we mean a methodology or process by which we help a person to discover values through behavior, feelings, ideas, and through important choices he has made and is continually, in fact, acting upon in and through his life.”Artinya “dengan klarifikasi nilai, peserta didik tidak disuruh menghafal  dan tidak “disuapi” dengan nilai-nilai yang sudah dipilihkan pihak lain, melainkan dibantu untuk menemukan, menganalisis, mengembangkan, memilih, mengambil sikap dan mengamalkan nilai-nilai hidupnya sendiri. Peserta didik tidak dipilihkan nilai yang baik dan benar untuk dirinya, melainkan diberi kesempatan untuk menentukan pilihan sendiri nilai-nilai mana yang mau dikejar, diperjuangkan dan diamalkan dalam hidupnya.
VCT juga sering disebut sebagai pendidikan nilai-moral. Menurut Mulyana (2004: 99) nilai adalah makna yang ada di belakang fenomena kehidupan. Beberapa definisi nilai menurut para ahli (Lubis, 2008: 16-17) yaitu :
1)        Milton Roceach dan James Bank mengemukakan nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercayai.
2)        Fraenkel mendefinisikan nilai adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan dan dipertahankan.
3)        Sidi Gazalba mengartikan nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, dan ideal. Nilai bukan benda konkret, bukan fakta, tidak hanya sekedar soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, yang disenangi dan tidak disenangi.
Menurut Mulyana (2004: 103) Pendidikan sebagai wahana untuk memanusiakan manusia terikat oleh dua misi penting, yaitu hominisasi dan humanisasi. Sebagai proses hominisasi, pendidikan berkepentingan untuk memposisikan manusia sebagai makhluk yang memiliki keserasian dengan habitat ekologinya. Pendidikan sebagai proses humanisasi mengarahkan manusia untuk hidup sesuai dengan kaidah moral, karena manusia hakikatnya adalah makhluk yang bermoral.

Hakam (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan: 2007: 65) mengungkapkan bahwa pendidikan nilai adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut pandang non moral, meliputi astetika, yakni menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi, dan etika yaitu menilai benar atau salahnya dalam hubungan antar pribadi. Nilai dan pendidikan merupakan dua hal yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Secara umum, hubungan nilai dengan pendidikan dapat dilihat dari tujuan pendidikan itu sendiri. Sifat nilai yang mewakili beragam tindakan pendidikan membuat tujuan pendidikan di banyak negara secara umum mengandung aspek nilai yang sama.
Beberapa definisi pendidikan nilai menurut para ahli (Elmubarok,2008: 12) yaitu :
1)        Sastraprateja memberikan definisi pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang.
2)        Mardimadja mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya.
3)        Sukanta mendefinisikan pendidikan nilai adalah ruh pendidikan itu sendiri, jadi dimanapun diajarkan pendidikan nilai akan muncul dengan sendirinya.
Menurut Adisusilo (2012:56) nilai berasal dari bahasa Latin vale’re yang artinya berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang. Sedangkan menurut Fraenkel (1977: 6) “ A Value is an idea a concept about what someone thinks is important in life.” Diartikan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi “nilai merupakan ide, konsep berpikir seseorang yang penting dalam kehidupan sehari-hari.”
Dapat disimpulkan bahwa VCT atau Value Clarification Technique digunakan untuk mengungkapkan hal-hal yang sering tidak dapat diungkapkan oleh penilaian biasa seperti tes, karena VCT lebih menekankan kepada nilai sikap dan moral.  Suatu nilai itu  dapat berguna dan dipandang baik oleh orang.
a.    Tujuan VCT
1)        Menurut Taniredja, dkk (2011: 88), tujuan menggunakan VCT dalam pembelajaran Pendidikan Keawarganegaraan yaitu :
a)        Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang akan dicapai.
b)        Menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat maupun sifat yang positif maupun yang negative untuk selanjutnya ditanamkan kea rah peningkatan dan pencapaian target nilai.
c)        Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa sebagai proses kesadaran moral bukan kewajiban moral.
d)       Melatih siswa dalam menerima – menilai nilai dirinya dan posisi nilai orang lain, menerima serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan yang berhubungan dengan pergaulannya dan kehidupan sehari-hari.
2)        Winecoff (1987: 5), “ the goal of the Values Clarification Models to help students produce their level of “value confusion” and develop a consistent value system upon which to make choices.”
Artinya, “tujuan model klarifikasi nilai adalah untuk membantu siswa mengembangkan sistem nilai yang konsisten untuk membuat pilihan.”
3)        Menurut Mulyana (2004: 119), tujuan pendidikan nilai yaitu secara umum dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar memahami, menyadari, dan mengalami nilai-nilai serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan.
4)        Menurut APEID (Asia and the Pasific Programme of Educational Innovation for Development) (Mulyana2004: 120), tujuan pendidikan nilai secara khusus yaitu untuk:
a)        Menerapkan pembentukan nilai kepada anak
b)        Menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan
c)        Membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut.
5)        Menurut Elmubarok (2008: 16) mengungkapkan tujuan pendidikan nilai secara global adalah mencapai manusia yang seutuhnya atau manusia purnawan, jika menggunakan bahasa Driyarkara.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan VCT adalah untuk membantu peserta didik menemukan suatu nilai untuk mencapai target yang diinginkan. Selain itu juga untuk menghasilakan suatu sikap yang yang berkaitan dengan nilai-nilai yang ada sehingga menjadi kesadaran moral
b.   Kelebihan dan Kelemahan VCT
1)        Kelebihan VCT
Menurut Djahiri (Taniredja, 2011:91), VCT memiliki keunggulan untuk pembelajaran afektif karena:
a)        Mampu membina dan menanamkan nilai dan moral pada ranah internal slide.
b)        Mampu mengklarifikasi/ menggali dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan selanjutnya akan memudahkan bagi guru untuk menyampaikan makna/ pesan nilai/ moral.
c)        Mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa, melihat nilai yang ada pada orang lain dan memahami nilai moral yang ada dalam kehidupan nyata.
d)       Mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama mengembangkan potensi sikap.
e)        Mampu memberikan sejumlah pengalaman belajar dari berbagai kehidupan.
f)         Mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan memadukan berbagai nilai moral dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang.
g)        Memberi gambaran nilai moralyang patut diterima dan menunutun serta memotivasi untuk hidup layak dan bermoral.
Casteel (Adisusilo, 2012: 151) mengemukakan ada enam alasan mengapa pendidik sebaiknya menggunakan VCT dalam pembelajaran nilai di kelas, yaitu :
a)        Value clarification enhances the ability of students to communicate their ideas beliefs, values, and feelings.
b)        Value clarification enhances the ability of students to empathize with other person, especially those circumstances may differ significantly from their own.
c)        Value clarification enhances the ability of students to resolve problems as they arise.
d)       Value clarification enhances the ability of students to assent and dissent as a member of a sosial group.
e)        Value clarification enhances the ability of students to engage in decision making.
f)         Value clarification enhances the the ability of students to hold and use consistent beliefs and disbeliefs.

Secara singkat VCT sangat berguna bagi peserta didik untuk berlatih mengkomunikasikan keyakinan, nilai hidup, cita-cita pribadi pada teman sejawat, berlatih berempati pada teman lain bahkan yang mungkin berbeda keyakinannya, berlatih memecahkan persoalan dilema moral, berlatih untuk setuju atau menolak keputusan kelompok, berlatih terlibat dalam membuat keputusan ataupun mempertahankan atau melepas keyakinannya. VCT juga memberikan nilai moral yang dapat diterima dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral.
1)        Kelemahan VCT
Menurut Taniredja (2011: 92) kelemahan-kelemahan VCT adalah sebagai berikut:
a)        Apabila guru tidak memiliki kemampuan melibatkan peserta didik dengan keterbukaan, saling pengertian dan penuh kehatangan maka siswa akan memunculkan sikap semu atau imitasi/ palsu. Siswa akan bersikap menjadi siswa yang sangat baik/ ideal patuh dan penurut namun hanya bertujuan untuk menyenangkan guru atau memperoleh nilai yang baik.
b)        Sistem nilai yang dimiliki dan tertanam guru, peserta didik dan masyarakat yang kurang atau tidak baku dapat mengganggu tercapainya target nilai baku yang ingin dicapai/ nilai etik.
c)        Saat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengajar terutama memerlukan kemampuan/ ketrampilan bertanya tingkat tinggi yang mampu mengungkap dan menggali nilai yang ada dalam diri peserta didik.

d)       Memerlukan kreativitas guru dalam menggunakan media yang tersedia di lingkungan terutama yang aktual dan faktual sehingga dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar