Liana Arum Purwitasari

tanpa tanda jasa
SELAMAT DATANG DI BLOG LIANA ARUM PURWITASARI

Rabu, 25 April 2012

PERANAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN III


B.   Kelas sebagai Suatu Sistem Sosial
Pada  dasarnya,  proses-proses  pendidikan  yang  sesungguhnya
adalah  interaksi  kegiatan  yang  berlangsung  di  ruang  kelas.  Untuk
keperluan  tersebut  pembahasan  mengenai  kegiatan  kelas  menem-
pati sub-topik tersendiri dalam susunan kajian topik ini. Dari sudut
sosiologi beberapa pendekatan telah digunakan sebagai alat analisis
untuk mengamati proses-proses yang terjadi di ruang kelas.
Dimulai  dari  pengamatan Parson  yang mengetengahkan  argu-
mentasi  ilmiahnya  tentang  kelas  sebagai  suatu  sistem  sosial.  Ber-
kaitan  dengan  fungsi  sekolah  maka  kelas  merupakan  kepanjangan
dari proses sosialisasi anak di lingkungan keluarga maupun masya-
rakat.   Kiprah   interaksi   di   kelas   secara   khusus   berusaha   untuk
memantapkan  penanaman  nilai-nilai  dari  masyarakat  (Robinson,
1981 : 127).
Di  sisi  lain,  pendekatan  interaksionis  cenderung  menekankan
analisis sosio-psikologis untuk melihat ruang kelas. Sejumlah tokoh
seperti Delamont, Lewin, Lippit, White dan H.H. Anderson adalah
figur-figur   yang   mengeksplorasi   aspek   interaksi   antarguru   dan
murid.  Selaras  dengan  hal  tersebut,  Withall,  1949,  yang  meman-
faatkan karya-karya pendahulunya mencoba menemukan pengaruh
situasi sosial emosional dalam ruang kelas. Ia membedakan antara
metode  pengajaran  yang  cenderung  teacher-centred  dengan  tipo-
logi  pembelajaran  Learner-centred,   dengan  beranggapan   bahwa
tipe yang kedua merupakan cara yang paling efektif untuk kegiatan
pembelajaran di kelas (Robinson, 1981 : 129).
Dalam  satu  rangkaian  penelitian    Flanders,1967  memperkuat
studi  tentang  interaksi  di  kelas.  Menurut  pendapatnya, semakin besar  ketergantungan  murid  kepada  guru,  semakin  kurang  siswa
mengembangkan
strategi-strategi
belajarnya
sendiri
(Robinson, 1981 : 130).
Inti dari penerapan analisis interaksi adalah menganalisis selu-
ruh   proses   interaksi   edukatif   di   kelas   dan   pengaruh-pengaruh
psikologisnya   kepada   para   siswa.   Hal   ini   terkait   erat   dengan
metode  pendekatan  yang  diterapkan  oleh  guru  dalam  mengelola
pembelajaran di kelas.
Model    pendekatan    interpretatif    juga    bermanfaat    untuk
menangkap segala hal  yang terpola di dalam aktivitas ruang kelas.
Yang  termasuk  hasil  penelitian  di  lingkup  kategori  interpretatif
adalah  analisis  Waller.  Bagi  Waller,  pendidikan  merupakan  seni
menanamkan   definisi-definisi   situasi   yang   berlaku   pada   kaum
muda  dan  sudah  diterima  oleh  golongan  penyelenggara.  Dengan
demikian  sekolah  merupakan  satu  alat  ampuh  untuk  melakukan
kontrol   sosial   (Robinson,   1981:   135).   Inti   dari   studi   tersebut
mencoba menerangkan tentang fungsi sekolah yang mempengaruhi
alam  kesadaran  para  siswa  untuk  selalu  konsekuen  mengamalkan
kriteria-kriteria penafsiran nilai yang ditekankan oleh sekolah.
Analisis   lain   juga   mengungkap   bahwa   sumber   ketegangan
antarguru dan siswa berasal dari dualisme ketegangan peran guru di
dalam  kelas.  Sebagai  bawahan  kepala  sekolah  seorang  guru  harus
menerapkan  ketentuan  administratif  sekolah  secara  ketat  kepada
murid-murid,  namun  di  lain  pihak  tanggung  jawab  moral  sebagai
pendidik   yang   sarat   dengan   kebijaksanaan   akan   menghalang-
halangi penerapan sanksi kepada siswa tersebut.
Sebagai  sistem  sosial  tentunya  di  dalam  kelas  telah  terbentuk
konfigurasi sosial di dunia pergaulan siswa. Dari sini tampak kon-
sep diferensiasi  mengacu pada praktik organisasi  penentuan peng-
huni  kelas  berdasarkan  prestasi-prestasi  siswa.  Tentunya  implikasi
dari  pengelompokan  ini  akan  berakibat  terbentuknya  polarisasi
antarkelompok. Baik itu kelompok si bodoh, si kaya, si pandai, dan
si  pemalu.  Apabila  guru  mengetahui  fakta  tersebut  dan  mampu
mengelola   interaksi   antarkelompok   maka   proses   penangkapan
pengetahuan menjadi semakin dinamis dan cukup kaya. Sebaliknya
apabila  guru  cenderung  masa  bodoh  dengan  keadaan  demikian
justru  semakin  mempertegas  potensi  disintegrasi  antarsiswa.  Pada
umumnya   guru   secara   gegabah   juga   dengan   mudah   menuruti
subjektifitas  perasaannya  untuk  menuruti  kelompok-kelompok  sis-
wa  yang  menyenangkan  perasaannya.  Sekali  lagi  jika  hal  terakhir
yang terjadi maka kecemburuan sosial malah menjadi iklim pergu-
latan sosial di lingkungan kelas.
Patut  ditambahkan,  analisis  sosiologis  juga  mengungkapkan
betapa  eratnya  kaitan  antara  tingkah  laku  dan  sikap-sikap  sese-
orang   dengan   latar   belakang   kelompok   aspirasi   yang   digan-
drunginya.    Kelompok-kelompok    atau    aspirasi-aspirasi    acuan
merupakan tempat berlabuh yang harus diperhitungkan di dalam
upaya  pembinaan  tingkah  laku  siswa.  Konsekuensi  pentingnya
dari  hasil  analisis  di  atas,  dapat  memberikan  wawasan  sosiologi
kelas  kepada  pengajar  agar  proses  pendidikan  dan  pembinaan siswa lebih efektif (Faisal dan Yasik, 1985:76)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar