Liana Arum Purwitasari

tanpa tanda jasa
SELAMAT DATANG DI BLOG LIANA ARUM PURWITASARI

Selasa, 17 Januari 2012

pengomposan


PENGOMPOSAN
Sampah organik yang dihasilkan oleh sebuah rumah tangga atau 1 kepala keluarga (KK)
yang beranggota 5 orang (Bapak, Ibu, 2 anak dan 1 pembantu) setiap hari kurang lebih 2 kg.
Kalau sebuah Rukun Tetangga (RT) terdiri dari 40 KK dan sebuah Rukun Warga (RW)
terdiri dari 10 RT, maka bisa dihitung berapa jumlah sampah organik yang memerlukan
pengelolaan selanjutnya, atau biasa disebut “dibuang”.
 
Untuk mengubah pola pikir bahwa sampah kita tanggung jawab kita yang menghasilkan,
dan mengubah kebiasaan membuang sampahmenjadi mengelola sampah perlu upaya yang
tidak mudah dan memerlukan waktu dan kesabaran.
 
Dari pengalaman dan pembelajaran, Kebun Karinda menawarkan sebuah model bagi
RT/RW yang ingin mandiri dalam pengelolaan sampah organiknya, namun untuk
keberhasilannya diperlukan beberapa syarat:
1.     Kegiatan ini diorganisir oleh pemimpin masyarakat setempat (Ketua RT/RW), dibantu
sebuah tim pelaksana (Komite Lingkungan).
2.     Ada keteladanan dari para pemimpin masyarakat, tokoh masyarakat, pemuka agama
yang menjadi panutan masyarakat setempat.
3.     Dibangun komitmen di antara seluruh warga, lingkungan bagaimana yang ingin dicapai.
4.     Ada pendampingan agar kegiatan berkelanjutan, kader/motivator yang mendampingi
harus sudah berpengalaman melakukan pengomposan.
5.     Proses pengomposan dipilih yang tidak menimbulkan bau ialah proses fermentasi.
 
Sampah organik rumah tangga yang segar dan lunak, sangat mudah dikomposkan.
Pengomposan dapat dilakukan secara individual di setiap rumah atau secara komunal oleh
Komite Lingkungan RT/RW.

Pengomposan Individual
 
Kebun Karinda menyarankan pengomposan dengan metode Takakura. Jika dilakukan
dengan benar dalam proses tidak ada bau busuk, tidak keluar air lindi, dan higienis. Tidak
memerlukan tempat luas, tetapi tidak boleh kena hujan atau sinar matahari langsung.
 
Wadahnya bisa keranjang cucian isi 40 L atau lebih dikenal dengan Keranjang Takakura,
ember bekas cat atau kaporit (isi 25 L), drum bekas yang dipotong menjadi 2 bagian (isi 100
L), keranjang rotan atau bambu yang isinya lebih dari 25 L untuk mempertahankan suhu
kompos.  Pemilihan wadah tergantung bahan yang tersedia, selera dan banyaknya sampah
setiap hari.
 
Sampah organik dipisahkan dari sampah anorganik (kegiatan ini disebut “memilah sampah”)
kemudian dicacah menjadi berukuran 2 cm x 2 cm agar mudah dicerna mikroba kompos.
Untuk menyerap air dan menambah unsur karbon, ditambahkan serbuk kayu gergajian.
Sampah harus dimasukkan wadah kompos setiap hari (sebelum menjadi busuk) dan diaduk
sampai ke dasar wadah supaya tidak becek di bagian bawah. Pengadukan juga dimaksud
untuk memasukkan oksigen yang diperlukan untuk pernapasan mikroba kompos.
 
Jika wadah sudah penuh, kompos harus dimatangkan atau distabilkan dahulu sampai
suhunya menjadi seperti suhu tanah, baru bisa dipanen. Pengomposan dimulai lagi dengan
wadah lain, dengan aktivator sebagian kompos yang masih panas dari wadah pertama.
 
Kompos setengah jadi ini bisa juga dikirim ke pengomposan komunal untuk diproses
bersama-sama. Sebagian ditinggal dalam wadah untuk dijadikan aktivator.
Warga akan mendapat hasil panen kompos, atau membelinya dengan harga khusus.

Pengomposan Komunal
 
Memerlukan bangunan tanpa dinding, atapnya bisa dari plastik terpal, daun kirai, plastik
gelombang, genteng dan sebagainya tergantung dana yang tersedia. Lantainya bisa tanah,
semen atau paving blok. Kita bisa menyebutnya sebagai “Rumah Kompos”.
 
Untuk wadah pengomposan sampah organik rumah tangga dapat dibuat bak atau kotak dari
bambu, kayu, paving blok, bata dan sebagainya. Agar dapat menyimpan panas, kotak harus
memiliki volume paling sedikit 500 L atau memiliki panjang 75 cm, lebar 75 cm dan tinggi 1
m. Salah satu sisinya harus bisa dibuka, untuk mengeluarkan adonan kompos jika seminggu
sekali dibalik. Banyaknya kotak tergantung jumlah sampah yang akan dikelola.
 
Hal penting agar tempat pengomposan bersih dan tidak berbau busuk, sampah yang masuk
hanya sampah organik saja. Warga harus memilah sampahnya di rumah masing-masing
(mematuhi UU Pengelolaan Sampah).
Di depan rumah tidak perlu ada bak sampah, tetapi disediakan dua wadah sampah untuk
sampah organik dan anorganik. Petugas pengangkut sampah mengambilnya dengan
gerobak sampah yang diberi sekat. Sampah organiknya diturunkan di Rumah Kompos.
 
Selanjutnya oleh sampah organik dicacah secara manual atau dengan mesin pencacah.
2
Jika menggunakan mesin pencacah, agar sampah tidak mengeluarkan air dan untuk
menambahkan unsur karbon, dicampurkan terlebih dahulu serbuk kayu gergajian. Jika
pencacahan secara manual, serbuk kayu dicampurkan sebelum masuk wadah
pengomposan. Aktivator yang digunakan adalah kompos yang belum selesai berproses
sehingga mikrobanya masih aktif.
 
Adonan kompos dari sampah organik rumah tangga jika diaduk setiap hari, akan matang
dalam waktu kurang lebih 10-14 hari, namun harus distabilkan dahulu sampai suhu menjadi
seperti suhu tanah, kira-kira makan waktu 2 minggu.
Jika akan dikemas sebaiknya diayak terlebih dahulu untuk memisahkan bagian yang kasar.
 
Jika tanah yang tersedia cukup luas dan sampahnya cukup banyak, pengomposan dapat
dilakukan dengan sistem open windrow yaitu dengan timbunan-timbunan yang dibalik dan
disiram setiap minggu.
 
Kompos setengah jadi yang dikirim oleh warga dicampurkan ke adonan kompos yang sudah
berusia kurang lebih 2 minggu, dan akan matang bersama-sama.

 
Kualitas Kompos
 
Kompos yang dibuat melalui proses termofilik aerobik dan terkendali seperti ini, kualitasnya
“super”. Kaya akan unsur yang diperlukan tanaman untuk tumbuh subur.
Kompos yang berkualitas baik berwarna hitam, berbau tanah, tekstur seperti tanah,
kelembaban 30-40%, keasaman netral. Harganya bisa lebih dari Rp.1000/kg, bahkan
Rp.2000/kg. Jika ingin ditingkatkan lagi harganya, kita bisa membibit dan menjual tanaman
bunga, sayuran dan tanaman obat yang dipupuk dengan kompos buatan sendiri.
 
Tim Pelaksana
 
Dibentuk Komite Lingkungan oleh Pengurus RT/RW dan selanjutnya diperlukan peran serta
warga sehingga kegiatan ini menjadi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat.

Tugas dan tanggung jawab masing-masing:
1.     Komite Lingkungan:
-    Relawan yang peduli lingkungan, memiliki kemampuan dan waktu.
-    Mengorganisasi warga dalam kegiatan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat.
-    Melatih dan meningkatkan keterampilan kader sebagai motivator dan tenaga
pelaksana pengomposan.
-    Mengendalikan proses pengomposan agar dihasilkan kompos yang memenuhi
syarat.
2.     Dewan Kelurahan, Tim Penggerak PKK dan Karang Taruna
-    Menjadi relawan kader lingkungan, sebagai motivator dalam kegiatan Pengelolaan
Sampah Berbasis Masyarakat.
-    Para kader/motivator harus sudah melakukan pengomposan.
-    Mengajarkan dan menggerakkan warga untuk memilah sampah.
-    Pendampingan dalam proses pengomposan di rumah tangga.
3.     Petugas Pelaksana Pengomposan
-    Merupakan tenaga tetap yang melaksanakan proses pengomposan.
 
Usaha Mandiri RT/RW
 
Untuk mewujudkan unit pengelolaan sampah ini perlu disusun proposal yang disusun oleh
Pengurus RT/RW, yang berisi kebutuhan sarana dan prasarana, SDM, jadwal pelatihan TOT
kader/motivator, prospek ke depan. Diharapkan kegiatan Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat ini nantinya dapat mandiri dari penjualan kompos dan produk-produk
turunannya (tanaman hias, sayuran, tanaman obat).
 
Lingkungan menjadi bersih, teduh dan asri, masyarakat terjaga kesehatannya karena
pengelolaan sampah merupakan bagian dari perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
  PENGOLAHAN SAMPAH METODE BIOLOGI 

1. Ruang lingkup
Ruang lingkup pengaturan dalam tata cara pengoperasian pengomposan sampah
organik dengan metode biologis (PSOMB) ini mencakup ketentuan umum dan
ketentuan teknis pengoperasian pengomposan sampah organik kota skala
lingkungan dengan metode biologis termasuk pengerjaannya, meliputi ;
  Manajemen pengoperasian PSOMB
  Persyaratan bahan baku sampah
  Bangunan dan peralatari PSOMB yang disyaratkan
  Kapasitas produksi kompos
  Tahapan dan perlakuan selama proses pengomposan
  Kualitas kompos
2. Pengertian
1.  Pengolahan sampah organik dengan metode biologis adalah model
usaha pemanfaatan sampah organik melalui kegiatan daur ulang
dengan pembuatan kompos.
2.  Kompos adalah bentuk akhir dari bahan-bahan organik setelah
mengalami proses pembusukan dan berfungsi sebagai penyubur tanah
3.  Peruntukan ruang untuk PSOMB adalah tata letak ruang untuk
pencurahan sampah. pemilahan, penumpukan residu, tumpukan
kompos aktif, penyaringan dan pengemasan serta gudang dan kantor.
4.  Pengomposan adalah proses biologis terjadinya penguraian senyawa-
senyawa yang terkandung pada pembusukan sampah karena adanya
kegiatan jasad renik dengan menghasilkan produk kompos yang aman.
5.  Pemilahan sampah adalah langkah untuk memilah bahan organik yang
dapat digunakan sebagai bahan untuk proses pengomposan serta
bahan organik untuk daur ulang lainnya.
6.  Pembalikan adalah cara pengadukan tumpukan sampah yang
berfungsi untuk menurunkan suhu dan aerasi.
7.  Pematangan kompos adalah tahapan proses untuk memastikan bahan
sampah telah menjadi kompos stabil.
8.  Pengayakan adalah cara untuk memperoleh ukuran partikel kompos
yang kecil.


KETENTUAN UMUM
2.1. Ketentuan Umum
Teknologi pengolahan sampah dengan metode PSOMB merupakan pemanfaatan
sampah untuk mendapatkan kompos yang dapat dimanfaatkan sebagai ;
  Soil conditioner yang berfungsi memperbaiki struktur tanah terutama bagi
tanah kering dan ladang
  Soil ameliorator berfungsi mempertinggi kemampuan penukaran  kation baik
tanah ladang maupun tanah sawah
Selain itu upaya ini juga untuk mengurangi volume sampah yang harus diangkut dari
timbunan ke TPA sehingga dapat menghemat lahan TPA sekaligus menguangi
biaya pengangkutan sampah.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, ketentuan umum mengenai proses PSOMB
adalah sebagai berikut;
a. lokasi PSOMB harus sedekat mungkin dengan pelayanan sampah, sehingga
sumber sampah organik mudah diperoleh sebagai bahan pengomposan.
b. Luas lahan yang dibutuhkan minimum 125m2.
c. Kapasitas produksi minimum 3m3/hari = ± 600kg (satu cetakan) dari kapasitas
pelayanan pelayanan sampah = 3500 orang.
d. Bahan / daur ulang sampah untuk pembuatan kompos adalah sampah organik
pilihan dari sampah dapur, sisa makanan, sisa kulit buah-buahan atau sayuran
potongan rumput atau daun-daunan ± 30% dari sampah pasar ± 60%.
e. Bahan daur ulang yang tak dapat dikomposkan adalah kertas, plastik, logam dan
lain-lain untuk ;
• sampah rmah tangga 70%
• sampah pasar 60%


Manajemen pengoperasian PSOMB perlu didukung oleh
  instansi pengelola PSOMB yang mendanai (lembaga swadaya masyarakat,
dinas kebersihan atau swasta)
  biaya pengelolaan yang memadai baik untuk biaya modal kerja, biaya operasi
maupun biaya pemeliharaan
  adanya aspek pengaturan yang mendukung khususnya dalam kaitannya
dengan masalah pemasaran kompos
  peran serta masyarakat sangat diharapkan dalam pemilihan sampah di
sumber baik dilaksanakan di rumah tangga maupun pada lokasi
pengomposan
2.2. Ketentuan Teknis
Pengomposan adalah suatu proses biologis, dimana berbagai mikroorganisme
aerob inemegang peranan penting, untuk menguraikan senyawa-senyawa yang
terkandung dalam sisa-sisa bahan organik, maka diperlukan suatu kondisi ideal agar
proses tersebut dapat berlangsung optimal, ketentuan teknis yang mendukung
pengoperasian PSOMB secara optimal khususnya dalam hal pengoperasian
produksi kompos, dapat dilihat dalam uraian berikut;

a. Ketentuan bahan baku
Untuk pengomposan optimum, dibutukan bahan baku organik yang memenuhi
syarat sebagai berikut:
1.  keseragaman jenis sampah (sayur mayur, sisa makanan kecuali tulang besar,
sisa buah-buahan, sisa daging, daun-daunan / rumput dan lain-lain, baik dari
sampah rumah tangga maupun pasar.
2.  sampah yang berasal dari sampah rumah tangga atau sampah pasar
3.  usia sampah tidak lebih dari dua hari, sehingga belum mengalami
pembusukan atau mengandung larva lalat
4.  nilai C/N antara 30 - 35 : 1
bila C/N rendah, maka perlu ditambahkan bahan C/N yang tinggi dengan
perbandingan seperti contoh perhitungan sebagai berikut :
• perbandingan C/N ideal + 30:1 dari serbuk gergaji (segar) kadar C tinggi dan
sisa makanan (kadar C rendah) maka untuk mendapatkan perbandingan ideal
dibutuhkan percampuran agar menjadi rata-rata 30:1
C/N sisa makanan =15:1
C/N serbuk gergaji (segar) = 511:1
Rumus percampuran : 30
Y =1
15X + 511 =30X + 30
511 -30 = 30X- 15X
481 = 15X
X = 481/15 =32,07
Maka percampuran bahannya sebagai berikut ;
Sisa makanan = 32,07bagian
Serbuk gergaji = 1 bagian
Berikut beberapa nilai C/N rasio dari berbagai bahan organic yang dapat
dikomposkan untuk acuan proses pengomposan di lapangan
No  Jenis Bahan  Nilai C/N rasio
1  Kotoran manusia (dibiarkan)  6
2  Kotoran manusia (dihancurkan)  16
3  Humus  10
4  Sisa dapur / makanan  15
5  Rumput segar  11
6  Sisa buah-buahan  35
7  Sampah segar  25
8  Limbah sayuran  11-12
9  Perdu / semak  40-80
10  Batang jagung  60
11  Jerami  30-80
12  Jerami jelai  68
13  Kulit kentang  25
14  Serbuk gergaji  511

5.  kelembaban / kadar air sampah 50%, bila nilainya diatas 50% maka ditambah
dengan bahan yang mempunyai sifat menyerap air, seperti dedak dan lainnya
dengan dosis 5% dari bahan yang akan diolah (contohnya 200 kg bahan
sampah organik + 10kg dedak)
6.  EM4 ; bagi pengomposan dengan ataupun tanpa dedak dosis EM4 0,75%
dengan ketinggian tumpukan 0,8m yang diberi pipa-pipa aerasi
7.  glukosa (gula) sebagai bahan makanan utam mikroorganisme 10 sendok
makanan per 200 kg sampah air sebagai pelarut
8.  bagi pengomposan dengan dedak 10 1/200 kg sampah bagi pengomposan
tanpa dedak 2,5 - 5 1/200 kg sampah
9.  kantong-kantong plastik (kapasitas 3 kg kompos)



Proses Konversi Thermal
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan
gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi
bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar